Wah judulnya ngeri amat ya? tapi cerita ini benar dan berkembang di masyarakat sekitar lokasi pekerjaan saya pada waktu itu. pada awal bekerja di jalan rel, kebetulan saya ditugas kan di daerah karangsari Purwokerto, daerah sisi barat purwokerto yang terletak dibawah kaki gunung Slamet, tempatnya sih bagus, dari kejauhan kita bisa lihat Air terjun besar Cipendok yang keren banget,
Ketika menginjak lokasi pekerjaan...dan survey awal lokasi, wah jalan rel disini keliatannya seperti habis tripping gedek2, lha bagaimana tidak, lintasannya saja meliuk2 kaya ular, tapi inilah tantangan baru, maklum waktu itu kita cuma prajurit
yang baru turun gunung jadi istilahnya masih idealis. singkat cerita, sebelum memulai pekerjan ada standar yang harus dilaksanakan diantaranya survey lokasi, survey lokasi ini untuk menyesuaikan gambar yang didapat dengan kondisi lapangan sebenarnya, selain itu juga mencari titik2 rawan dilokasi pekerjaan.
Ketika menginjak lokasi pekerjaan...dan survey awal lokasi, wah jalan rel disini keliatannya seperti habis tripping gedek2, lha bagaimana tidak, lintasannya saja meliuk2 kaya ular, tapi inilah tantangan baru, maklum waktu itu kita cuma prajurit
yang baru turun gunung jadi istilahnya masih idealis. singkat cerita, sebelum memulai pekerjan ada standar yang harus dilaksanakan diantaranya survey lokasi, survey lokasi ini untuk menyesuaikan gambar yang didapat dengan kondisi lapangan sebenarnya, selain itu juga mencari titik2 rawan dilokasi pekerjaan.
Dalam menentukan titik rawan ini selain melihat langsung kondisi lintas, kita juga harus berinteraksi dengan warga sekitar untuk mencari data kejadian2 yang pernah terjadi di lokasi, seperti daerah rawan longsor, rawan orang tertabrak atau juga apakah pernah terjadi kecelakaan kereta, karena ini juga penting sebagai rujukan dalam pelaksanaan pekerjaan nanti, nah karena interaksi inilah kita dapatkan satu lokasi rawan yang dimana beberapa kali kereta anjlok pada titik yang sama. menurut warga sekitar dan petugas terkait awal dari anjloknya itu sama yaitu berada pada sebuah jembatan kecil atau yang dikenal Double open doorlat, hmmm...kok bisa ya? disinilah berkembang cerita dan mitos warga sekitar kalau jembatan kecil itu daerah wingit, yah istilahnya angker, dimana menurut warga sekitar sering melihat sosok pocong duduk di rel diatas jembatan!!!! busyet...ngeri banget, oleh karena itu setiap kereta yang lewat katanya harus membunyikan klakson, karena kalau tidak kereta bisa digondeli pocong hingga anjlok!!!!
WAH merinding juga nih denger cerita warga tentang lokasi rawannya, yah bayangkan saja kerja di jalan rel nggak cuma di siang hari, tetapi kita harus selalu siap juga dimalam hari untuk mengontrol lokasi maupun kalau ada pekerjaan malam, kalau pas rame2 banyak teman mungkin nggak masalah, tapi bagaimana coba kalau sendiri......mikir2 juga deh. Mengingat lokasi pekerjaan yang bikin pusing karena banyak lengkungan dan tikungan, maka diperlukan adanya pengecekan ketinggian lengkung per tiga hari, hal ini untuk mengantisipasi adanya penurunan jalan rel pada daerah lengkung yang dapat mengakibatkan kereta keluar jalur. atau istilah kerennya anjlok, alat yang digunakan sih simple, kita gunakan alat ukur jalan rel yang dinamakan matisa, tapi pelaksanaanya yang bikin loyo, kita harus cek peninggian lengkung per 3m, jadi bayangkan jongkok, ukur, berdiri jalan tiga meter jongkok, ukur berdiri, seterusnya sampai kurang lebih 2 km per 3 hari,
Untuk beberapa hari pengukuran kita tidak mendapati beberapa keanehan pada data lengkung yang kita ukur, tapi setelah beberapa minggu kita mulai melihat perubahan data yang cukup mencolok terutama di lengkung no. 3. Lengkung ini mengalami penurunan rel yang cukup signifikan pada sisi dalam lengkung sehingga perlu adanya pengangkatan untuk mengantisipasi adanya skilu. Setelah kita cek data dan melihat kondisi lokasi, wah ternyata lengkung yang mengalami penurunan terletak didekat Jembatan kecil rawan tadi, kita positif thinking saja, kita angkat dan kita amankan, selesai. nah seperti biasa setelah dilakukan cek peninggian beberapa minggu kemudian rel di lengkung 3 tadi lagi2 mengalami penurunan, padahal lengkung lainnya masih dalam batas penurunan normal, untuk mengantisipasi nya, kita angkat lagi dan kemudian kita lakukan uji lapangan, ternyata tanah dilengkung no 3 sisi lengkung bagian dalam kurang stabil, karena adanya aliran air yang menggerus tanah, sehingga lengkung bagian dalam sering mengalami penurunan,.
Nah disinilah sisi teknis titik rawan tadi terpecahkan, dengan adanya penurunan tanah didaerah lengkung, untuk kondisi lengkung penuh normal tanpa ada bangunan lain didepannya, jika terjadi penurunan yang sama antara sisi dalam dan luar rel, kondisi ini tidak terlalu berbahaya, tapi di lokasi tersebut setelah lengkung penuh yang ambles sisi dalamnya jarak beberapa meter sudah terdapat opendorlat yang merupakan titik mati, dan juga terletak di lengkung peralihan, jadi titik rawan kuadrat donk, soalnya lengkung peralihan itu sendiri juga SKILU, tapi memang skilu yang direncanakan dimana peninggiannya berangsur-angsur normal, nah sudah bisa dipastikan ketikan lengkung no.3 mengalami penurunan maka otomatis terjadi skilu antara lengkung, opendoorlat, dan lengkung peralihan dan kereta pasti anjlok......nah sudah pasti si pocong numpang tenar gratis, mungkin karena disana belum ada infotaintment.......(sgh) (baca:Malam tayuban siang anjlok) Ato (home)
Untuk beberapa hari pengukuran kita tidak mendapati beberapa keanehan pada data lengkung yang kita ukur, tapi setelah beberapa minggu kita mulai melihat perubahan data yang cukup mencolok terutama di lengkung no. 3. Lengkung ini mengalami penurunan rel yang cukup signifikan pada sisi dalam lengkung sehingga perlu adanya pengangkatan untuk mengantisipasi adanya skilu. Setelah kita cek data dan melihat kondisi lokasi, wah ternyata lengkung yang mengalami penurunan terletak didekat Jembatan kecil rawan tadi, kita positif thinking saja, kita angkat dan kita amankan, selesai. nah seperti biasa setelah dilakukan cek peninggian beberapa minggu kemudian rel di lengkung 3 tadi lagi2 mengalami penurunan, padahal lengkung lainnya masih dalam batas penurunan normal, untuk mengantisipasi nya, kita angkat lagi dan kemudian kita lakukan uji lapangan, ternyata tanah dilengkung no 3 sisi lengkung bagian dalam kurang stabil, karena adanya aliran air yang menggerus tanah, sehingga lengkung bagian dalam sering mengalami penurunan,.
Nah disinilah sisi teknis titik rawan tadi terpecahkan, dengan adanya penurunan tanah didaerah lengkung, untuk kondisi lengkung penuh normal tanpa ada bangunan lain didepannya, jika terjadi penurunan yang sama antara sisi dalam dan luar rel, kondisi ini tidak terlalu berbahaya, tapi di lokasi tersebut setelah lengkung penuh yang ambles sisi dalamnya jarak beberapa meter sudah terdapat opendorlat yang merupakan titik mati, dan juga terletak di lengkung peralihan, jadi titik rawan kuadrat donk, soalnya lengkung peralihan itu sendiri juga SKILU, tapi memang skilu yang direncanakan dimana peninggiannya berangsur-angsur normal, nah sudah bisa dipastikan ketikan lengkung no.3 mengalami penurunan maka otomatis terjadi skilu antara lengkung, opendoorlat, dan lengkung peralihan dan kereta pasti anjlok......nah sudah pasti si pocong numpang tenar gratis, mungkin karena disana belum ada infotaintment.......(sgh) (baca:Malam tayuban siang anjlok) Ato (home)
wah, lucu juga ya bang, skilu dikira pocong... tapi bisa juga sih, pemahaman masyarakat kan juga lebih melihatnya bisa ke arah yg gaib2 hehe
BalasHapusbtw, aliran airnya di lengkung dalam, diobservasi lebih lanjut ga? kalau ternyata itu aliran mata air, atau aliran sekunder lainnya, perlu penanganan khusus tuh bang... drainasenya harus langsung dirancang :)